TEROPONGPUBLIK.CO <<>>> Anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H. Andy Suhary, S.E., M.Pd., meminta Gubernur Bengkulu untuk mengevaluasi dan meninjau ulang kebijakan zakat profesi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Permintaan ini disampaikan menyusul keluarnya Surat Edaran Gubernur Nomor 100.4.4/122/8.1/Tahun 2025 tentang pelaksanaan zakat profesi, infak, dan sedekah bagi ASN serta karyawan/karyawati di lingkungan Pemprov Bengkulu.
Surat edaran tersebut menuai sejumlah tanggapan, terutama dari kalangan guru yang merasa keberatan atas pemotongan zakat profesi sebesar 2,5 persen dari penghasilan bulanan. Menurut Andy, banyak ASN di daerah pemilihannya, khususnya di Kabupaten Mukomuko, yang menyampaikan keluhan karena merasa kebijakan itu belum mempertimbangkan kondisi ekonomi individu masing-masing.
“Saya menerima banyak aduan dari para guru yang merasa keberatan. Mereka belum tentu memenuhi syarat nisab untuk wajib zakat. Bahkan, banyak di antara mereka yang masih memiliki cicilan atau pinjaman bank. Dalam Islam, orang yang berutang itu bisa jadi justru berhak menerima zakat, bukan sebaliknya,” kata Andy saat diwawancarai wartawan, Rabu (30/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam hukum Islam, zakat hanya wajib bagi mereka yang memiliki penghasilan atau harta yang sudah mencapai nisab — ambang batas tertentu yang ditetapkan dalam syariat. Jika penghasilan seseorang belum mencapai batas tersebut, maka tidak berkewajiban mengeluarkan zakat. Dalam kondisi demikian, bentuk sumbangan yang dianjurkan adalah sedekah, bukan zakat wajib.
Andy menegaskan bahwa dirinya tidak menolak semangat kebijakan tersebut, yang bertujuan meningkatkan solidaritas sosial dan mendukung lembaga pengelola zakat seperti Baznas. Namun, ia meminta agar kebijakan itu diterapkan secara lebih bijak dan tidak bersifat memaksa. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan edukatif, bukan administratif, dalam pelaksanaannya.
“Zakat profesi tidak bisa dipukul rata. Keadilan bukan berarti sama rata untuk semua, tapi memberikan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. ASN yang gajinya besar dan sudah mencapai nisab tentu wajib zakat, tetapi bagaimana dengan mereka yang penghasilannya kecil dan masih menanggung beban ekonomi rumah tangga? Ini harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Andy juga mengingatkan pentingnya memahami konsep fakir dan miskin dalam konteks zakat. Fakir, jelasnya, adalah mereka yang hampir tidak memiliki penghasilan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan miskin, masih memiliki penghasilan namun belum mencukupi kebutuhan hidup yang layak.
“Pemahaman ini penting agar zakat benar-benar sampai kepada yang berhak dan tidak menjadi beban baru bagi mereka yang seharusnya justru dilindungi oleh kebijakan,” tambahnya.
Ia berharap agar Gubernur Bengkulu membuka ruang dialog dan menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi keagamaan, ulama, perwakilan ASN, serta akademisi, sebelum melanjutkan implementasi kebijakan tersebut secara penuh.
Menurut Andy, jika kebijakan zakat profesi ingin tetap dilanjutkan, maka Pemprov perlu memperkuat sistem verifikasi dan penghitungan nisab dengan melibatkan lembaga yang memiliki kompetensi di bidang zakat dan ekonomi syariah. Selain itu, ASN juga harus diberi kebebasan untuk memilih lembaga amil zakat resmi yang mereka percayai, sesuai prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Prinsipnya bukan menolak berzakat. Tapi zakat itu ibadah yang harus dijalankan dengan kesadaran, bukan karena tekanan. Jangan sampai niat baik justru menjadi polemik dan menimbulkan ketidakpuasan di kalangan ASN,” tutup Andy.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait permintaan evaluasi surat edaran tersebut. Namun, wacana peninjauan ulang itu mendapat perhatian publik, terutama dari kalangan pendidik dan ASN yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.
Pewarta : Amg
Editing : Adi Saputra