Skip to main content

Dianggap Bukan Prestasi Individu, Atlet Drumband Gagal Masuk SMA 1 Talun Lewat Jalur Non Akademik

Dianggap Bukan Prestasi Individu, Atlet Drumband Gagal Masuk SMA 1 Talun Lewat Jalur Non Akademik

TEROPONGPUBLIK.CO.ID  <<<>>>  Seorang siswa yang menjadi bagian dari tim drumband berprestasi di bawah naungan KONI Kabupaten Blitar harus menghadapi kenyataan pahit setelah gagal diterima di SMA Negeri 1 Talun melalui jalur non akademik. Padahal, siswa tersebut tercatat telah ikut serta membawa kemenangan bagi Kabupaten Blitar dalam berbagai ajang perlombaan drumband tingkat daerah.

Keputusan pihak sekolah menolak siswa tersebut menuai kontroversi. Pasalnya, alasan yang dikemukakan adalah karena cabang olahraga drumband dianggap sebagai olahraga tim, bukan individu, sehingga prestasi tersebut dinilai tidak memenuhi kriteria untuk masuk melalui jalur non akademik.

Kepala SMA Negeri 1 Talun, Edy Sasmito, mengatakan bahwa pihak sekolah menghormati semua bentuk prestasi, namun tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam sistem PPDB.

“Kami tidak menolak prestasinya, tapi jalur non akademik memang difokuskan untuk capaian-capaian individu yang dapat diukur secara personal. Dalam kasus ini, drumband termasuk cabang beregu. Maka untuk menjaga objektivitas, kami hanya mempertimbangkan mereka yang bisa dibuktikan secara individual dan melalui seleksi,” jelas Edy saat dikonfirmasi, Kamis (3/7).

Menurut Edy, seleksi tetap memberi kesempatan bagi anggota tim drumband, namun dengan jumlah terbatas dan seleksi tambahan internal.

“Kita buka kuota, tapi tidak bisa semuanya diterima. Dari satu tim, hanya maksimal tiga siswa yang kami terima, itu pun harus lolos seleksi tambahan berdasarkan kemampuan individu,” tambahnya.

Namun, pernyataan ini ditanggapi serius oleh Hamdan Zulkifli, Ketua Cabang Persatuan Drumband Indonesia untuk Drumband KONI Kabupaten Blitar. Ia menegaskan bahwa prestasi tim tidak seharusnya dikesampingkan begitu saja, terutama bila siswa tersebut secara aktif terlibat dalam pencapaian tim.

 “Kalau prestasi tim tidak dihargai, lalu bagaimana dengan semua cabang beregu lainnya? Ini bukan soal main-main. Siswa ini bukan hanya ikut, tapi bagian penting dari tim yang menang membawa nama KONI dan Kabupaten Blitar. Masa tidak dihargai?” kata Hamdan, Jumat (4/7).

Hamdan menganggap kebijakan ini bisa menurunkan semangat generasi muda untuk menekuni olahraga tim yang justru banyak menyumbangkan prestasi daerah.

 “KONI itu organisasi resmi. Drumband ini juga cabor resmi yang diakui. Kalau sekolah mulai membuat pembatasan seperti ini, ke mana lagi siswa harus mengadu? Justru harusnya sekolah memberi ruang, bukan menyempitkan kesempatan,” ujarnya.

Untuk memperkuat posisi siswa yang ditolak tersebut, Hamdan berencana mengirimkan surat resmi dari KONI Kabupaten Blitar sebagai bukti bahwa siswa bersangkutan memang layak diterima melalui jalur prestasi.

“Kami akan keluarkan surat rekomendasi dari KONI sebagai bentuk dukungan. Harapannya bisa dipertimbangkan ulang, karena ini bukan masalah individu saja, tapi soal keadilan bagi siswa-siswa berprestasi dalam tim,” tegasnya.

Kasus ini menyoroti persoalan mendasar dalam sistem PPDB, terutama soal penafsiran sempit terhadap jenis prestasi. Banyak pihak kini mempertanyakan apakah sistem penerimaan siswa baru benar-benar inklusif terhadap seluruh bentuk capaian, atau justru menyisakan ketimpangan bagi mereka yang berprestasi secara kolektif.

Pewarta : Agus Faisal

Editing : Adi Saputra