TEROPONGPUBLIK.CO.ID <<<>>> Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu menerima audiensi dari Forum Komite Sekolah Provinsi Bengkulu pada Kamis (19/6/2025), bertempat di ruang rapat dewan. Agenda ini menjadi ruang diskusi terbuka mengenai polemik kebijakan larangan pungutan di sekolah yang diterapkan oleh Gubernur Bengkulu, di tengah keterbatasan anggaran pendidikan dari APBD.
Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV, Usin Abdisyah Putra Sembiring, bersama anggota komisi Sri Astuti. Sementara dari pihak Forum Komite Sekolah, hadir sejumlah pengurus, termasuk tokoh pendidikan sekaligus perwakilan forum, Prof. Sudarwan.
Dalam penyampaiannya, Prof. Sudarwan menyoroti dampak kebijakan larangan pungutan yang menurutnya berpotensi menghambat aktivitas sekolah, terutama dalam pemenuhan kebutuhan operasional yang tidak tercakup dalam dana BOS atau APBD.
“Selama ini dalam rapat komite tidak pernah ada orang tua atau wali murid yang keberatan terhadap iuran sukarela. Karena sistemnya sudah berjalan dengan prinsip subsidi silang—yang mampu membantu yang kurang mampu. Tapi ketika pemerintah melarang total, sedangkan anggaran belum memadai, sekolah bisa lumpuh,” ujar Prof. Sudarwan dengan nada prihatin.
Ia menegaskan bahwa keputusan di sektor pendidikan tidak boleh diambil secara gegabah. “Pendidikan bukan perkara main-main. Biaya pendidikan memang mahal, tapi biaya kebodohan jauh lebih mahal. Jangan sampai karena kita ingin gratis, justru mengorbankan kualitas pendidikan anak-anak kita,” tambahnya.
Prof. Sudarwan juga menyampaikan bahwa forum yang dipimpinnya tidak menolak kebijakan pemerintah, melainkan meminta adanya fleksibilitas dan keterbukaan ruang partisipasi masyarakat dalam mendukung pendidikan. Menurutnya, pelibatan komite sekolah dan wali murid dalam bentuk sumbangan sukarela masih sangat diperlukan, selama dilakukan secara transparan dan tidak memaksa.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi IV, Usin Abdisyah Putra Sembiring, menyatakan akan menyampaikan masukan ini kepada pihak eksekutif, serta mendesak pemerintah provinsi agar bijak dalam mengimplementasikan kebijakan pendidikan.
“Selama APBD kita belum sepenuhnya mampu menutupi seluruh biaya operasional sekolah, kita harus mencari jalan tengah. Salah satunya adalah membuka ruang legal dan etis bagi partisipasi wali murid melalui sumbangan sukarela yang tidak memberatkan dan dilakukan secara transparan,” ujar Usin.
Ia juga menegaskan pentingnya pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan dana partisipatif yang selama ini menjadi kekhawatiran publik. Usin menyebut, komunikasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat perlu diperkuat agar tidak ada kesalahpahaman atau praktik yang melenceng.
Sementara itu, Sri Astuti yang juga merupakan anggota Komisi IV DPRD dan berlatar belakang sebagai guru, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi yang dipaparkan Forum Komite.
“Saya sedih mendengarnya, batin saya tergugah. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Jangan sampai ada guru yang tidak menerima gaji atau kesulitan hidup karena kebijakan yang belum matang. Mari kita benahi bersama,” ucap Sri.
Ia berharap pemerintah provinsi segera mengevaluasi kebijakan tersebut dengan melibatkan semua pihak, termasuk komite sekolah dan DPRD sebagai representasi rakyat.
Audiensi ini menjadi salah satu bentuk komunikasi aktif antara masyarakat dan lembaga legislatif dalam rangka menjaga mutu pendidikan di Provinsi Bengkulu. Forum Komite Sekolah berharap pertemuan ini menjadi awal dari pembentukan solusi konkret, bukan hanya perdebatan konsep tanpa aksi.
Forum ini juga menjadi pengingat bahwa kebijakan pendidikan harus dilandasi pemahaman mendalam tentang realitas di lapangan, bukan semata-mata kebijakan populis. Keterlibatan orang tua, guru, dan masyarakat luas tetap menjadi elemen penting dalam membangun sistem pendidikan yang berdaya tahan dan inklusif.
Dengan adanya diskusi ini, Komisi IV DPRD Bengkulu berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebijakan pendidikan yang realistis, adil, dan berpihak pada masa depan anak-anak Bengkulu.
Pewarta : Amg
Editing : Adi Saputra