Skip to main content

Baru 20 Persen Kerugian Negara Berhasil Dikembalikan

Baru 20 Persen Kerugian Negara Berhasil Dikembalikan

TEROPONGPUBLIK.CO.ID -  Kasus dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan batubara yang melibatkan bos tambang, Beby Hussy, terus menjadi perhatian publik. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu memastikan kerugian negara akibat praktik ilegal ini sangat besar, yakni mencapai Rp500 miliar. Namun hingga September 2025, penyidik baru berhasil menyelamatkan aset senilai Rp103,3 miliar lebih melalui berbagai penyitaan.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, didampingi Asisten Pengawasan Andri Kurniawan, Asisten Pidana Umum Herwin, serta Koordinator Dodi, menjelaskan bahwa proses pengembalian kerugian negara dilakukan secara bertahap. “Kami terus melakukan penelusuran aset, baik berupa uang rupiah, mata uang asing, maupun barang berharga lain hasil tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), maupun penyuapan,” ujar Danang.

Sejauh ini, Kejati Bengkulu telah menyita sejumlah rekening dan aset dari para tersangka serta pihak terkait. Dari Bank Mandiri, penyidik berhasil membekukan tujuh rekening atas nama Beby Hussy dan anaknya, Sakya Hussy, dengan total nilai sekitar Rp27 miliar. Sementara dari BNI, sebanyak 37 rekening milik tersangka, saksi, maupun perusahaan batubara berhasil disita dengan nilai Rp44 miliar.

Selain itu, penyidik juga menemukan aset di Maybank berupa 20 rekening dengan total saldo mencapai Rp19 miliar, ditambah mata uang asing berbentuk yen sebesar ¥43.200.000. Dari pihak lain, yakni Ardi Setiawan, seorang inspektur tambang di Dinas ESDM, dilakukan penyitaan atas pengembalian kerugian negara sebesar Rp180 juta. Istri tersangka lain, Dewi Wahyuni Yeo, yang diduga terlibat dalam TPPU, juga menyerahkan Rp136,35 juta.

Dengan berbagai temuan tersebut, total penyitaan hingga saat ini telah mencapai Rp103.354.602.345 dalam bentuk rupiah dan mata uang asing.

Danang menegaskan, Kejati Bengkulu bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menghitung total kerugian negara sekaligus menilai nilai aset yang berhasil disita. Tidak hanya uang, penyidik juga menyita sejumlah barang berharga seperti rumah, mobil mewah, alat berat, hasil tambang batubara, serta perhiasan emas dan mutiara.

“Proses perhitungan tidak bisa hanya dari sisi uang tunai. Barang-barang sitaan juga harus dihitung nilainya karena semuanya merupakan hasil tindak pidana korupsi maupun TPPU,” jelas Danang.

Meski telah menyita ratusan miliar rupiah, angka tersebut masih jauh dari total kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp500 miliar. Oleh karena itu, Danang menegaskan penyidik tidak akan berhenti dalam menelusuri aliran dana dan aset milik tersangka maupun pihak lain yang terlibat.

“Kami terus bergerak melacak keberadaan aset, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Prinsipnya, semua hasil tindak pidana korupsi, pencucian uang, penyuapan, maupun uang perintangan akan ditindaklanjuti sesuai hukum,” tegasnya.

Dengan perkembangan ini, masyarakat Bengkulu berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas, sehingga kerugian negara bisa dikembalikan semaksimal mungkin serta memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi di sektor pertambangan.
Pewarta: Amg
Editing: Adi Saputra