TEROPONGPUBLIK.CO.ID — Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, soal kondisi korban bullying di SMP Negeri 3 Doko menuai sorotan tajam. Dalam keterangannya kepada media, Adi menyebut bahwa korban dalam keadaan “baik-baik saja” dan situasi telah “aman”. Namun, pernyataan ini justru bertolak belakang dengan langkah hukum yang sedang ditempuh oleh Polres Blitar, yang menyatakan masih melakukan penyelidikan intensif terhadap kasus tersebut.
Polres Blitar bahkan telah memeriksa 18 siswa yang diduga terlibat dalam aksi perundungan yang terekam dalam video viral beberapa waktu lalu. Kapolres Blitar menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan dan masih dalam tahap pengembangan. “Sementara itu yang kita dapatkan, hasil penyelidikan lebih lanjut akan kita sampaikan,” jelasnya kepada awak media.
Kontrasnya dua pernyataan ini menimbulkan pertanyaan publik: apakah Dinas Pendidikan benar-benar memahami dampak bullying, atau sekadar ingin menenangkan situasi dengan narasi yang menyejukkan tanpa dasar fakta lapangan?
Di sisi lain, sumber dari keluarga korban menyebut kondisi anak masih mengalami tekanan mental dan belum kembali bersekolah. Mereka juga meminta agar kasus ini tidak diselesaikan secara damai semu, melainkan dibawa ke ranah hukum agar ada efek jera.
Pakar psikologi anak juga menilai bahwa penyederhanaan kondisi trauma korban sebagai “tidak apa-apa” sangat berbahaya, karena dapat melemahkan upaya pemulihan dan justru menambah luka psikologis.
“Pernyataan kepala dinas terkesan mengabaikan realitas. Padahal seharusnya jadi garda depan perlindungan siswa, bukan peredam kritik,” ujar salah satu aktivis pendidikan di Blitar.
Ketika aparat kepolisian justru menunjukkan ketegasan dan kehati-hatian dalam menangani kasus ini, pernyataan dari pihak Dinas Pendidikan justru dinilai melemahkan upaya tersebut. Alih-alih menjadi mitra pemulihan, Dinas Pendidikan dikhawatirkan malah mengaburkan urgensi penanganan kasus.
Publik kini menuntut konsistensi antar lembaga. Sebab di tengah maraknya kasus perundungan yang menghancurkan masa depan anak-anak, yang dibutuhkan bukan sekadar narasi nyaman, tapi tindakan nyata, transparan, dan berpihak pada korban.
Pewarta: Agus Faisal
Editing: Adi Saputra