Skip to main content

Kristen,Islam dan Yahudi , Memilih Zohran Mamdani

Kristen,Islam dan Yahudi , Memilih Zohran Mamdani

                                                      Catatan Zacky Antony

TEROPONGPUBLIK.CO.ID -  WE ARE NOT TRUMP.Kira-kira begitulah suara hati warga New York yang direfleksikan saat Pemilihan Walikota pekan lalu (4/11/2025). Cawe-cawe Trump saat kampanye dan menjelang pemilhan, tidak mampu mencegah sejarah tercipta di kota yang terkenal dengan patung Liberty tersebut.

Calon Walikota jagoaan Trump, Andrew Cuomo kalah. Sebaliknya, Calon Walikota yang paling dibenci Trump, Zohran Mamdani keluar sebagai pemenang. Zohran yang berhaluan Sosialis-Demokrat mencetak sejarah menjadi walikota muslim pertama New York.

Kemenangan Zohran bukan hanya menegaskan arah kiblat politik warga New York yang tidak ramah bagi Republikan. Sekaligus juga memberi tamparan keras bagi Trump. Cawe-cawenya gagal total. Tidak ngefek kepada pemilih New York di mana populasi muslim justru menjadi minoritas hanya sekitar 3 persen. Berbanding Yahudi 8 persen, Protestan 22 persen dan Katolik sekitar 33 persen.  

Yang menarik, sebagian pemilih Yahudi juga mendukung Zohran. Meski pro Palestina, tapi Zohran juga menolak gerakan antisemit. Dia berjanji melindungi orang Yahudi di New York. Sehingga muncul slogan, Yahudi untuk Zohran. Hal ini bikin telinga Trump panas dan menuding Yahudi yang mendukung Zohran adalah Yahudi bodoh.

Warga New York, baik Islam, Kristen maupun Yahudi telah memilih Zohran. Imigran muslim asal Afrika keturunan Asia. Mereka tidak melihat agamanya. Tapi melihat program, visi dan misi Zohran yang dinilai memberi Harapan.

Rasionalitas pemillih di Kota New York ada kesamaan dengan London yang juga dipimpin Walikota muslim Sadiq Khan. Seorang politisi keturunan Pakistan yang terpilih menjadi walikota London ketiga kalinya tahun lalu.

Trump boleh menang Pilpres AS sampai dua kali (2016 dan 2024). Tapi dia tidak pernah bisa menaklukkan New York. Sebagaimana Trump juga tidak pernah bisa menang di California dan Washington DC.

Dua kali Pilpres, Trump selalu kalah di negara bagian New York yang memiliki 28 suara elektoral. Pilpres AS tahun 2024 lalu, Kemala Haris menang di New York. Sedangkan di Pilpres 2016, Trump kalah dari Hillary Clinton. Di sini basis Demokrat sejati.

New York Adalah anti tesa Trump. Trump anti imigran. Warga New York terbuka terhadap Imigran dan menyalurkan aspirasi itu kepada Zohran yang pro Imigran. Trump pro Israel. Zohran malah pro Palestina. Demo-demo Free Palestine dan mengecam genosida di Gaza kerap terjadi di New York.

Orang se Amerika tahu. Trump sangat tidak menyukai Zohran. Dia menyebut Zohran seorang komunis gila 100 persen. Selalu terlihat buruk, punya suara melengking dan tidak terlalu pintar. Menjelang pemilihan, serangan Trump semakin bar-bar. Dia secara terbuka mendesak warga New York agar tidak memilih Zohran. Dia mengimbau agar memilih Andrew Cuomo yang dia dukung.

Namun serangan-serangan Trump terbukti tidak mempan. Warga New York tetap memilih Zohran sebesar 50,4 persen, Andrew Cuomo meraup 41,6 persen dan Curtis Silwa sebesar 7,1 persen.

Naiknya popularitas Zohran mengingatkan orang pada sosok Barack Obama. Politisi kulit hitam pertama yang terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 2008. Bukan tidak mungkin, kursi walikota New York Adalah batu loncatan bagi Zohran menuju Pilpres AS pada masa depan.

Zohran Mamdani adalah fans Arsenal. Umurnya tergolong muda sebagai seorang politisi. 34 tahun. Lahir di Kampala, Uganda 18 Oktober 1991. Negara asal Idi Amin, sang diktator legendaris dari Afrika. Orang tuanya berasal dari India.

Zohran Mamdani menjadi walikota muslim pertama di New York. Kota besar dan menjadi pusaran ekonomi, budaya dan politik AS. Disinilah pusat heterogenitas dunia. Ibukota AS memang ada di Washintong DC. Tapi New York lebih populer. Sebagaimana dunia lebih mengenal Bali ketimbang Jakarta. Markas Besar PBB ada di kota ini.

New York adalah land mark nya AS. Dengan jumlah populasi 8 juta lebih, berpuluh-puluh tahun kota ini menjadi pusat bisnis dan perdagangan global. Kota modern dan terdepan dalam berbagai bidang. Inilah kota yang tidak pernah tidur (The City That Never Sleeps).

Sebagai simbol kekuatan ekonomi dan politik AS, New York pernah menjadi target teroris. Sebelum tragedi 11/9 tahun 2001, menara kembar WTC (World Trade Centre) tegak menjulang di pusat kota. Menjadi simbol kedigdayaan ekonomi dan keuangan.

Dua menara WTC itu runtuh dalam sebuah serangan teroris yang didalangi pemimpin Al Qaeda, Osama Bin Laden. Dua pesawat komersil dibajak sebelum akhirnya ditabrakkan ke Gedung kembar WTC.

Itulah awal merebaknya Islamphobia di negeri paman Sam. Tahun-tahun pertama pasca tragedi 11/9, nama-nama berbau Arab sangat sulit masuk AS. Belasan tahun setelah serangan tersebut, Islamphobia masih berlanjut bahkan meningkat menjadi kebijakan politik setelah Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS periode pertama tahun 2016. Warga dari sejumlah negara muslim di Timur Tengah dilarang masuk AS.

Bulan September lalu, kebijakan rasis Trump memakan korban. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan para diplomatnya ditolak visanya untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York. Hal ini memaksa Mahmoud Abbas hanya bisa mengirim video berisi pidato untuk diputar di sidang PBB.


*Bukan Muslim Pertama*
Zohran adalah Walikota New York pertama yang berasal dari  kalangan muslim. Tapi dia bukan muslim pertama yang menjadi walikota di AS.

Sebelumnya sudah ada beberapa muslim menjadi walikota di AS. Ada Bill Bazzi yang menjadi Walikota Dearborn Heights (Michigan) dan Amer Ghalib Walikota Hamtramck.

Bill adalah muslim asal Lebanon terpilih menjadi walikota Dearborn Height pada tahun 2021.

Sedangkan Amer Ghalib imigran asal Yaman juga terpilih menjadi Walikota Hamtramck pada tahun yang sama.

Selang beberapa jam setelah Zohran Mamdani memenangkan pemilihan  Wali Kota New York 4 November 2025, satu politisi muslim lainnya Abdullah Hammoud Kembali terpilih menjadi Walikota Dearborn, Michigan. Abdullah Hammoud keturunan Arab menang dengan perolehan suara hingga 71 persen.

*Pelajaran Kehidupan*
Pasca tragedi 11/9, dari New York, Islamphobia itu lahir. Kini dari New York pula pelajaran kehidupan itu muncul. Bahwa pada hakikatnya semua manusia itu sama. Pengalaman dan latar belakang lah yang membuatnya berbeda.

Siapa berbuat kebaikan, dia akan menuai kebaikan. Siapa berbuat kerusakan, dia akan memanen kehancuran. Ketika Anda menolong orang kelaparan, Anda ikut menyelamatkan kehidupan. Tapi Ketika Anda membunuh satu manusia, seolah Anda membunuh semua manusia.

*Penulis Adalah mantan Pemred Rakyat Bengkulu, mantan Ketua PWI Bengkulu dan sekarang Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat*